Rabu, 11 Juni 2008

Sebuah Pemaksimalan Dalam Keterbatasan



Bukan Suatu Apa …

Ketika awal berdiri, Al Izzah bukanlah suatu apa – apa. |Tapi ketidak apa - apa an itu menjadi sebuah letupan bunga jihad yang mengobarkan semangat agar tak terpuruk dalam keterbatasan, dan takkan tergius oleh peradaban segala zaman.


Tidak ada anak di dunia ini yang tak patut berbahagia, bereksplorasi dengan cipta dan karya , yang senantiasa harus bernaung dalam aturan dan ikatan kemauan orang tua dan guru sekolahnya . yang banyak terjadi adalah sikap seorang anak masih terus didominasi oleh harapan orang tua yang terlalu menggebu untuk anak, akibatnya kebebasan anak menjadi semu belaka, senyuman menjadi kurang begitu melebar dan masih tampak ketersembunyian ekspresi untuk berkarya, mencipta, dan berfikir. Takut nanti dimarahi … atau bahkan …..tindak kekerasan lainnya, .
Berbagai macam persoalan ini menjadi sebuah penguat alasan bagi al izzah untuk memunculkan dan mengeksistensikan diri dalam dunia pendidikan anak.
Kebebasan berekspresi dan bereksplorasi bagi anak lah yang dijunjung tinggi oleh al Izzah,

Al izzah lahir dari suatu komunitas yang komit dalam dunia pendidikan anak, tapakan awal yang begitu berliku. Mulai dari goresan tendensi (pengaruh) dan kontrofersi dari nonkomitmen education dan pragmatisme (fanatik materil) dalam lingkup desa.
Kontrofersi bukanlah menjadi sebuah penghalang bak tembok berlin yang memanjang di seantaro negri, justru Al Izzah menjadi semangat untuk menempati barisan terdepan, bukan sombong dan menafikan instansi pendidikan yang lain, tapi ini adalah sekelumit bau dari perjuangan kami bersama bendera al izzah. Kami senang dan akan selalu melindungi senyuman setiap anak yang patut bahagia.


Senyuman itu kami kemas dengan berbagai macam fasilitas yang massih terbilang minim bagi sebuah instansi pendidikan anak usia dini, butuh banyak mainan, butuh tempat yang luas, dan lain lain.
Tapi kami tak punya itu semua, kami hanya punya modal sepetak rumah tanpa halaman, kami hanya punya bekas mainan ke 4 anak saya yang tercinta, garasi rumah, ruang tamu, ruang keluarga, dua ruang tidur yang kami jadikan kelas, bahkan tak ada foto keluarga yang bertengger di tembok, seakan saya kehilangan suasana rumah.Cerminan sebuah keterbatasan kelayakan sebuah instansi pendidikan.